Saya Kembali Mengaji, Akhirnya

By pstiegele from Pixabay

Sepulang dari pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Bondowoso, saya sudah tidak lagi menetap dalam kurun waktu yang lama di pondok pesantren mahasiswa, tempat saya tinggal di Jember. Mata kuliah di kelas, yang saya tempuh untuk memenuhi minimal kredit kelulusan saya hanya tersisa satu. Dan Ibu merekomendasikan untuk mengambilnya dengan bolak-balik Banyuwangi-Jember seminggu sekali. Saya setuju saja karena pada saat-saat tertentu, biaya hidup di perantauan terasa jauh lebih mahal daripada di rumah, meskipun saya harus benar-benar mudah beradaptasi untuk mempertahankan ritme produktifitas saya guna menyelesaikan tugas akhir.


Hal tersebut membuat saya tidak lagi mengikuti kajian Islam rutin di pondok pesantren. Tetapi pagi hari tadi saya kembali mengikuti kajian. Dan saya senang pagi ini adalah kelas Hadis Arbain. Karena saya sudah lama tidak belajar hadis. Hadis Arbain digunakan sebagai sebutan untuk 40 hadis yang membahas permasalahan pokok dalam agama Islam, seperti hukum syariat, akidah, bahkan tentang hadis itu sendiri. 

Yang membuat saya tertarik sehingga saya menulis catatan ini adalah sebuah hadis tentang anjuran menghafal 40 hadis tersebut. 

Dalam kata pengantarnya, Imam Nawawi, penyusun kitab tentang Hadis Arbain, mengatakan bahwa dia telah meriwayatkan sebuah hadis dari Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Abi Dardak, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa'id Al-Khudri. Hadis tersebut berisi sabda Rasulullah bahwa, "barang siapa di kalangan ummatku yang menghafal 40 hadis tentang urusan agama, maka pada hari kiamat, Allah akan membangkitkannya bersama dengan golongan ahli fikih dan ulama." 

Di riwayat lain, seperti yang dikatakan Abu Dardak, bahwa di hari kiamat orang yang menghafal 40 hadis tersebut justru akan manjadi seorang penolong dan seorang syahid. Bahkan riwayat lain, yakni Ibnu Mas'ud, mengatakan bahwa penghafal 40 hadis itu bebas memilih sesuka hati hendak masuk surga dari pintu manapun. 

Meskipun akhirnya dijelaskan bahwa hadis ini termasuk hadis yang lemah (dlaif), tetapi ia amatlah menarik. Pertama, melalui dari hadis ini kita bisa tahu bagaimana gencarnya Rasulullah berusaha mempertahankan ilmu pengetahuan Islam sampai akhir zaman dengan iming-iming pahala dan balasan yang fantastis bagi yang menghafalnya. 

Yang perlu diingat, yang dimaksud dengan 'menghafal' tentu tidak hanya dengan cara mengingat teks hadis tersebut tanpa mengetahui pemahamannya. Sebab bagaimana mungkin sebuah ilmu pengetahuan yang berbentuk wacana atau pemahaman tertentu dapat kita jaga eksistensinya hanya dengan menghafal teks tanpa memahaminya. Oleh karena itu, menghafal 40 hadis tersebut harus disertai dengan pemahaman yang mantap, bahkan juga mengenai penerapan hukumnya. 

Kedua, yang tak kalah menarik perhatian saya adalah, bahwa perumpamaan pahala yang didapat penghafal 40 hadis itu disamakan dengan pahala orang yang wafat dalam keadaan syahid. Kita tahu bahwa mati syahid dalam Islam diibaratkan sebagai puncak dari kehidupan yang mulia. Pada dasarnya, mati syahid dapat kita golongkan tidak hanya pada orang yang mati karena berperang demi agama Islam. Seseorang yang meninggal saat menuntut ilmu juga termasuk mati syahid. Seseorang yang meninggal karena tenggelam juga disebut mati syahid. 

Namun, dalam hadis anjuran menghafal 40 hadis tersebut untuk mendapat pahala mati syahid seseorang tidak perlu mati terlebih dahulu. Dia hanya perlu menghafal dan memahami 40 hadis. Begitu tingginya derajat menuntut ilmu dalam agama Islam sehingga pahalanya disetarakan pahala mati syahid yang mulia itu. 

Komentar

Postingan Populer