Bagaimana NU, Muhammadiyah, dan LDII di Desa Bercak Berdampingan dengan Rukun?


Di Desa Bercak, Kecamatan Cermee, Kabupaten Bondowoso, sudah bertahun-tahun tiga organisasi masyarakat (ormas) berbasis keagamaan berdiri rukun berdampingan. Ketiga ormas tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). 

Meski memiliki perbedaan pendapat yang cukup kontras dalam pemahaman dan praktik beragama, ketiga ormas tersebut mampu saling memahami dan menghormati. Acara-acara pemerintah desa yang melibatkan masyarakat selalu mendapat dukungan penuh dari ketiga ormas tersebut.  

Dewasa ini, fenomena konflik kemasyarakatan yang berorientasi pada kelompok atau komunitas agama, tidak melulu disebabkan oleh perbedaan agama, tetapi juga telah menyentuh kelompok dalam tubuh satu agama. Kita tentu tidak bisa menampik seteru antara NU dengan Muhammadiyah dalam tubuh agama Islam. Dua ormas tertua dan terpopuler di Indonesia tersebut sering sekali berselisih. 

Terbaru, anggota mereka berseteru karena perbedaan pendapat dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Perselisihan seperti ini sulit dihindari di negara majemuk seperti Indonesia. Namun, di Desa Bercak, dua ormas ini mampu berdampingan dengan rukun, bahkan dengan LDII. 

Fenomena di Desa Bercak tersebut tentu terbilang jarang, dan justru membanggakan. Karena pada kenyataannya, sebagian besar perbedaan telah melahirkan banyak perselisihan. Lalu, bagaimana bisa tiga ormas ini mampu hidup rukun di Desa Bercak? 

Kelompok 6, Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unej Membangun Desa (UMD) 2023 telah melakukan studi lapangan dan wawancara untuk menjawab pertanyaan tersebut.  

Sejarah Kelahiran Tiga Ormas di Desa Bercak 

Terdapat beberapa klaim yang menyebutkan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi masyarakat keagamaan dengan anggota terbanyak. Hal ini bisa benar jika melihat persebarannya yang luas dan cepat. Menurut Bapak Sis Su'udi, selaku Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Bercak, NU di Desa Bercak telah lama ada, bahkan sebelum dia sendiri lahir. 

Sejarah pendirian NU di Desa Bercak sulit dilacak sebab minimnya sistem administrasi. Namun, Bapak Sis mengatakan, sebelum ormas lainnya berdiri, seluruh masyarakat Desa Bercak adalah masyarakat NU. Sayangnya, rincian sampainya NU ke Desa Bercak tidak terlacak. 

Proses terbentuknya cabang Muhammadiyah di Desa Bercak pun sama sulitnya dilacak. Menurut Bapak Riwi, pemuka Muhammadiyah Desa Bercak, sebelum dia pindah ke Bercak pertama kali pada tahun 1992, Muhammadiyah sudah berdiri sejak lama, tapi tidak diketahui tahunnya. 

Kemungkinannya, keberadaan Muhammadiyah di Desa Bercak selaras dengan keberadaan NU. Bapak Riwi pun mengaku tidak terlalu mengetahui proses awal pembentukan Muhammadiyah di Bercak, karena pada prinsipnya, dia meneruskan kepengurusan sebelumnya yang sudah ada. 

Sejarah LDII sedikit lebih jelas. LDII membentuk cabangnya pertama kali di Kecamatan Cermee, terutama Desa Bercak pada tahun 1993, menurut keterangan dari Bapak Jupri, sekretaris Cabang LDII Kecamatan Cermee periode 2023. Jadi, LDII Cermee telah eksis selama 30 tahun di Bercak. 

Saat pendirian LDII Cermee, terdapat tiga orang yang paling getol berjuang, yakni Bapak Karyat, Bapak Jupri, dan Bapak Harto. Bapak Karyat kemudian menjadi pimpinan LDII Kecamatan Cermee, sedangkan Bapak Harto memimpin LDII Desa Bercak. Saat ini, Bapak Harto telah naik menjadi pimpinan di LDII Kecamatan Cermee.  

Bagaimana Reaksi Masyarakat dan Seperti Apa Bentuk Relasinya dengan Ormas 

Banyaknya masyarakat Bercak yang menjadi anggota NU merupakan indikasi betapa baiknya sambutan masyarakat terhadap NU. Namun, hal ini tidak cukup jika dijadikan bukti. Di dalam NU, kemanusiaan adalah nomor satu, kata Bapak Sis Suudi. Prinsip kemanusiaan inilah alasan utamanya. Kemanusiaan menjadi tonggak awal pergerakan dan diterimanya NU secara terbuka. 

"Dalam ranah sosial, tentu saja baik," kata Bapak Sis saat ditanya bagaimana hubungan NU dengan dua ormas lainnya. Beliau menjelaskan bahwa yang menjadi perekat antarormas justru kemanusiaan, bukan aspek keagamaan, yang notabene menjadi orientasi ormas. Namun, bukan berarti hubungan antarormas sama sekali tidak menyentuh persoalan agama. Justru ketiganya "mencari kesamaan di tengah perbedaan." Karena bagaimanapun, ketiganya berada dalam tubuh Islam. 

Apakah yang Muhammadiyah alami kemudian serupa dengan NU? "Karena fanatiknya kuat, tanggapan orang Bercak terhadap kebiasaan Muhammadiyah masih agak kaget," jawab Bapak Riwi. 

Seluruh masyarakat Desa Bercak merupakan masyarakat Suku Madura. Fanatisme masyarakat Madura membuat Islam di kalangannya menjadi sebuah gaya hidup dan kebudayaan. Maka, tidak mengherankan apabila fanatisme NU pun juga tinggi. 

Oleh karena itu, selaras dengan perkataan Bapak Riwi, tanggapan masyarakat Bercak terhadap Muhammadiyah sedikit kaget, bahkan dapat dikatakan cenderung sinis. 

Namun, seturut pemahaman yang lebih baik terhadap Muhammadiyah, masyarakat mulai merespon bagus dan menerima Muhammadiyah sebagai bagian dari komunitas masyarakat Bercak. Respon dan penerimaan ini mengantarkan ketiga ormas tersebut kepada kerukunan. 

Yang terjadi pada LDII justru lebih parah. Masyarakat Desa Bercak sangat terkejut dengan kehadiran LDII. Hal ini terbukti dengan beberapa "omongan miring" tentang LDII, ujar Bapak Jupri. Bahkan, menurut salah satu masyarakat Bercak, LDII pernah dianggap bukan Islam.  

Fenomena demikian tidak mengherankan jika melihat perbedaan praktik dan teori beragama yang cukup kontras antara LDII dengan NU dan Muhammadiyah, bahkan dengan beberapa ormas lainnya. Di daerah lain telah banyak ditemukan konflik kemasyarakatan yang disebabkan perbedaan praktik dan teori agama. 

Tetapi LDII tidak berhenti sebatas itu. LDII berusaha agar ia diterima masyarakat. LDII berusaha berbaur dan merangkul masyarakat. Seperti yang dikatakan Bapak Jupri, bahwa LDII menganggap "apa yang ada di dalam hati tidak bisa dipaksakan, tapi dalam kehidupan bermasyarakat harus tetap menjunjung tinggi kebersamaan." Dan kebersamaan itu tidak bisa tercipta sekonyong-konyong, tetapi harus dibangun dari bawah. 

Usaha Mencapai Kerukunan

Salah satu cara untuk mengusahakan kerukunan antara ketiga ormas tersebut adalah dengan perantara Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketiga ormas tersebut berada di bawah naungan MUI. Beberapa kali dilakukan kegiatan swadaya yang melibatkan ketiga ormas tersebut. Yang terbaru, adalah ucapan Hari Raya Idul Adha 1445 H dalam bentuk banner. Ketiganya akan terus mengusahakan kegiatan yang mengakomodir kepentingan bersama. 

Selain itu, kerukunan antarormas ini tercapai karena pemikiran dasar ketiga ormas. NU melandaskan diri pada kemanusiaan, Muhammadiyah senantiasa terbuka, dan LDII menghindari pemaksaan. Ketiganya memilih cara-cara halus untuk saling merekatkan diri. 

Catatan buruknya, diketahui bahwa kediaman salah satu pimpinan ketiga ormas ini pernah mengalami pelemparan batu oleh orang tak dikenal. Peristiwa tersebut terjadi saat Gus Dur, Presiden Indonesia ketiga, dilengserkan. Sejauh ini, itu adalah persekusi terakhir. 

Pemisahan antara aspek sosial dan praktik agama dalam kehidupan sehari-hari juga mendukung minimnya seteru ketiga ormas tersebut. Yang sebenarnya menjadi titik tumpu seteru adalah teori dan praktik beragama. Maka dari itu, pemisahan ini berdampak sangat signifikan. 

Selama tidak ada sumbu yang tersulut di antara ketiga ormas, kerukunan ini akan terus berlanjut. Mungkin akan lebih menakjubkan apabila, meskipun melibatkan kehidupan beragama dalam berhubungan, ketiganya dapat tetap rukun. Barangkali itulah pekerjaan rumah untuk masyarakat Bercak. 

Komentar

Postingan Populer