Tugas Seniman


Pandangan-pandangan pesimistis. 

Dalam novelnya, Gempa Waktu, Kurt Vonnegut mengatakan lewat tokoh utamanya bahwa tugas paling masuk akal bagi seniman adalah membuat orang lain bisa menghargai hidup. Apa-apaan ini? Apa Vonnegut sadar berapa banyak calon seniman yang mundur akibat pernyataannya? Calon seniman atau juga seorang seniman bahkan tak menyangka betapa berat beban yang mereka pikul. Selama ini mereka hanya mencari kebahagiaan dari seni, sesuatu yang paling mereka suka. Dan ketika membaca kalimat Vonnegut, baru mereka sadar betapa tak terbayangkan tekanan yang mereka sebenarnya peroleh. 

Di sebuah pagi yang cerah, saat kau bersiap untuk menulis novel terbaik, atau sebuah goresan di kanvas, atau satu petik gitar berharga pertamamu, atau beberapa pahatan, kau tiba-tiba putus asa ketika tahu bahwa karyamu akan menentukan mati dan tidaknya seseorang. Kau tiba-tiba merasa sangat terbebani. Sekarang kau memegang satu nyawa manusia yang sangat berharga. Kau pun berpikir sia-sia bagaimana mungkin lukisan ini bisa memotivasi seorang yang frustasi. Bisakah lagu-laguku menyentuh hati terdalam mereka agar mereka menjauh dari sisi terluar atap gedung? Bahkan dirimu ragu mereka bisa bertahan sampai lima kalimat pertama novelmu. Oh, tidak, aku tak juga mencapai bentuk yang proporsional, katamu sambil memelototi lukisanmu. Kau berniat bahagia tapi karena tuntutan orang lain, justru berkubang di darah sendiri. 

Seni bukan segalanya. Ia hanya sebuah titik kecil kehidupan. Seseorang bisa menghargai hidup dengan aspek kehidupan yang lain. Baik bersinggungan ataupun tidak sama sekali, dengan seni. Maka jika Vonnegut sungguh-sungguh dengan argumennya, dia sangatlah berlebihan. Muluk-muluk. Dia mungkin tak menampik betapa menjemukannya seni bagi sebagian orang. Betapa kolotnya seni, bahkan menjijikannya seni, bagi sebagian orang. Tapi alih-alih memberi para seniman semangat baru dalam berkarya, Vonnegut justru memberatkannya. Terkadang, seni, menarik minat saja gagal, apalagi mengubah pikiran mereka. Seni tak seharusnya dilabeli dengan beban seberat ini. 

Pandangan-pandangan optimistis. 

Dalam novelnya, Gempa Waktu, Kurt Vonnegut mengatakan lewat tokoh utamanya bahwa tugas paling masuk akal bagi seniman adalah membuat orang lain bisa menghargai hidup. Seorang pelukis, melanjutkan menggores di kanvas, calon karya terbaiknya. Sudah 11 tahun dia menjadi pelukis. Dan baru kali ini membaca kalimat semenggugah ini. Beberapa tahun lalu, saat seorang temannya sangat terpukul dengan kematian ibunya sampai berhari-hari di rumah sakit jiwa, dia amat terkesan melihat para perawat dan dokter. Betapa mulianya pekerjaan mereka. Ketakjuban ini semakin menjadi-jadi setelah temannya sembuh. Sebuah keajaiban, pikirnya. Bukan tanpa alasan. Yang di hadapannya waktu, seperti bukan temannya yang dia kenal. Dan selama bertahun-tahun selanjutnya, dia terus-terusan membandingkan dirinya dengan perawat dan dokter itu. 

Apa yang bisa diberikan kepada orang lain bahkan dunia, dengan seni? Apa yang telah dia lakukan selama ini? Dia bangun pagi, melihat cat warna-warni di sana sini, tumpukan kanvas, jejeran lukisan jadinya, apa ini berguna bagi dunia? Vonnegut betul-betul menghentaknya. Apa selama ini ada seorang yang benar-benar kembali bersemangat setelah melihat karya-karyaku? tanyanya. Gagasan Vonnegut memang berat, tapi entah bagaimana dia kembali berkobar. Dia mulai yakin seni akan berguna bagi dunia. 

Dia sadar dunia bukan semata-mata seni. Tapi setidaknya seni bisa menjadi seperti ekonomi, politik, kesehatan. Dia bisa menjadi manusia sepenting perawat dan dokter. Dia pun melanjutkan melukis. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer