Animal Farm, George Orwell

Novel yang tak terlalu pendek, tidak pula terlalu panjang. Pas untuk orang seperti saya, yang sekalipun sangat suka sastra, kurang demen baca novel yang terlampau panjang dan kesel juga baca novel yang terlalu pendek. Namun untuk kadar kenyamanan dalam hal ukuran novel sebenarnya relatif. Bergantung pada seberapa seru dan menarik cerita yang disajikan.

Novel ini salah satu adikarya Orwell. Sebuah fabel satire yang lucu sekaligus menggelitik amarah penguasa totaliter. Sebagaimana Burmess Days, yang Orwell tulis dengan amarah yang meletup-letup, saya rasa novel ini juga demikian. Sejak lama, meski bermula dari latar belakang negeri penjajah, orwell benci kolonialisme. Dan ketika kolonialisme berakhir, seperti yang diimpikannya, muncul problem baru: totalitarianisme. Lagi-lagi, Orwell meluapkan amarahnya melalui novel.

Peternakan Manor telah dikudeta oleh hewan ternaknya sendiri. Mereka mengusir si pemilik sekaligus pengelolanya, Pak Jones. Kudeta itu telah membawa mereka kepada kehidupan binatang yang merdeka dari perbudakan oleh manusia. Maka, mulai saat itu, mereka menjalani tugas yang biasa manusia kerjakan. Menyiapkan makanan setiap binatang, memotong rumput, merawat kebun, semuanya, binatang-binatang itu yang melakukan sendiri.

Semua berjalan lancar seperti yang diinginkan. Makanan melimpah, binatang benar-benar lepas dari belenggu manusia yang sebelumnya telah merampas kebebasan mereka. Suatu saat, ketika semua hal dapat dilakukan dengan teratur berkat pengaturan yang dilakukan kelompok babi, sebagai binatang yang paling cerdas di antara yang lain, timbullah perselisihan. Nafsu untuk berkuasa atas yang lain telah menimbulkan perselisihan. Snowball bukan pemimpin mereka lagi. Napoleon, seekor babi sebagimana Snowball, telah mengambil paksa kepemimpinan.

Napoleon semakin semena-mena. Tujuh perintah yang selama ini menjadi aturan tetap diubah olehnya. Napoleon tak lagi menghiraukan binatang lain. Dia hidup dalam kemewahan bersama kawanan babi dan anjing-anjing pengawalnya. Sementara semua binatang tinggal di kandang, dia tinggal di rumah peternakan, rumah tuan mereka dahulu. Itu terus berlanjut hingga akhir cerita. Lalu cerita dipungkasi dengan tabiat Napoleon yang semakin menyerupai manusia. Sampai-sampai mereka tak lagi dapat membedakan mana babi dan mana manusia.

Cita-cita binatang yang ingin bebas dari perbudakakn oleh manusia nyatanya tak berkesudahan. Atau boleh kita katakan berakhir. Namun, oleh tuan yang berbeda (seekor babi) mereka kembali diperbudak. Hanya diberi makan secukupnya. Tak memiliki waktu istirahat yang banyak, sesuatu yang mereka kira akan didapat setelah merdeka dari manusia. Kekuasaan telah membuat hampir semua orang terlena. Tak terkecuali babi.

Novel ini benar-benar novel satire, kritik pedas Orwell terhadap sistem negara yang totaliter. Ditulis pada zaman setelah di mana praktik kolonialisme nyaris tak ada sama sekali, novel ini menjadi kritik pedas atas praktik totalitarianisme yang hampir negara di seluruh dunia mengalaminya. Memandang binatang babi sebagai sosok yang memerankan peran yang manusia biasa memainkannya, membuat saya agak dibuat lucu sekaligus takjub. Seekor babi, yang lumrah hanya menjadi hewan ternak biasa, dalam novel ini, berubah menjadi seorang orator ulung. Dia memobilisasi binatang ternak lain untuk berani memberontak.

Walaupun saya membaca novel ini dalam terjemahan bahasa indonesia, saya masih merasakan pengaruh susunan-sunanan kalimat yang keinggris-inggrisan. Barangkali memang sulit untuk menerjemahkan karya sastra. Karya sastra selalu membawa serta kebudayaan di mana penulis hidup. Kebudayaan selalu lekat dengan bahasa, tentunya juga dengan kesusastraan. Dan saya menyangka hal-hal demikian dapat mengurangi kesan indah dalam novel. Bukan hanya dalam novel ini, tapi seluruh karya sastra terjemahan. Kesan membaca dalam bahasa inggris akan berbeda dengan kesan membaca dalam bahasa indonesia.

Meski Akademi Swedia tak menganugerahinya Hadiah Nobel Sastra, bukan berarti tak pantas mensejajarkan Orwell dengan pengarang peraih pernghargaan prestisius tersebut. Karya-karya Orwell masih tetap dibaca sampai saat ini. Masih banyak diulas dan dikaji para ahli sastra atau hanya sekadar bahan penelitian akademisi.


Komentar

Postingan Populer