Ketika Media Membentuk Opini Publik

Jika anda diberi kesempatan memiliki restoran terbesar di dunia, makanan apa yang hendak anda sajikan kepada pelanggan-pelanggan anda? Jika nyatanya makanan yang anda sajikan adalah makanan yang buruk namun tetap saja pelanggan anda mengkonsumsinya, yang tentunya sangat menguntungkan bagi anda, apakah anda akan menyuruh para pelanggan berhenti membeli? Saya rasa sebagian besar orang akan mengatakan "tidak akan". 

Di tengah jibaku kita dengan arus globalisasi yang begitu kencang tanpa pandang bulu. Kita ikut mengarus bersamanya. Bahkan bisa dikata kita tenggelam di dalamnya tanpa tahu bagaimana cara berenang menepi. Teknologi mutakhir tak henti-henti berkembang. Hingga saatnya, kita semakin terlena dan minim kesadaran akan dampak buruknya. 

Sebagaimana perumpaan di awal. Bagaimana seorang pemilik restoran memiliki kendali penuh atas apa yang hendak ia sajikan untuk pelanggannya. Juga serupa dengan seorang pemilik platform terbesar di dunia yang mempunyai kendali penuh atas sajian yang hendak ditawarkan kepada para pelanggannya. 

Kita, para pengguna platform terbesar seperti Facebook, Twitter, Instagram, You Tube dan semacamnya adalah pelanggan pemilik platform tersebut. Mark Zuckerberg memiliki peran penuh atas apa yang seharusnya kita konsumsi. Tak memandang itu baik atau buruk. Karena seperti halnya di awal. Ini sangat menguntungkan bagi Zuckerberg. 

Saya melihat tren saat ini, ketika masyarakat digempur dengan dunia hiburan yang tiada ujung. Hiburan, yang dahulu hanya dapat "ditemukan" di akhir pekan sebagai momen untuk menghilangkan kejenuhan selepas bekerja enam hari. Kini menjadi konsumsi setiap hari. Di saat para CEO itu bekerja keras untuk kehidupan diri mereka. Kita malah asyik menghibur diri setiap hari, yang nyatanya berdampak buruk bagi diri kita sendiri. 

Hiburan bukan lagi hal yang terpinggirkan. Bukan lagi pilihan kedua. Hiburan sudah menjadi kebutuhan wajib yang sulit ditinggalkan. Namun, kita juga harus tahu bahwa sebenarnya hiburan adalah bukan tujuan prioritas dalam kehidupan. Hiburan yang senantiasa kita konsumsi hanya akan membuat kita hidup dalam atmosfer kesantaian. Seakan-akan tak perlu ada yang dikhawatirkan. Padahal orang-orang di luar sana tengah berusaha meningkatkan perkembangan teknologi dan mempersiapkan (memantaskan) diri menuju era disrupsi (meski saat ini sudah masuk era disrupsi).

Di sisi lain, hiburan juga telah menggeser iklim moral dan intelektual. Sajian-sajian receh dan tak berfaedah pelan-pelan menghancurkan usaha para moralis dan intelektualis yang telah bersusah payah membangun peradaban megah manusia. Kehidupan bermoral tak lagi dihiraukan. Dunia intelektual mulai ditinggalkan. Dan suatu saat mungkin dunia akan dihampiri kehancuran. Yaitu di saat moral dan intelektual dianggap sama sekali tidak memiliki kegunaan. 

Saya tidak menilai rata bahwa semua yang disajikan di media digital adalah buruk. Kita masih bisa mengambil banyak hal positif dari media digital. Namun, keburukan benar-benar mendominasi. Konsumsi masyarakat dengan mudah dikendalikan. Sering kali kita direkomendasikan dengan bahan-bahan konsumsi yang tanpa kita sadari, meskipun begitu nikmat tapi sangat berdampak buruk bagi otak kita. 

Saya tidak pula menyamaratakan setiap orang pasti terpengaruh buruk dengan media digital. Dan lagi-lagi, ini sangat mendominasi daripada yang tidak terpengaruh buruk. 

Fenomena ini tidak hanya merusak setiap individu. Tapi lebih lanjut, media hiburan tak berfaidah juga akan menghancurkan satu generasi, dan masih mungkin menghancurkan generasi berikutnya. 

Selain keresahan di tengah media hiburan digital yang begitu sulit dibendung. Independensi jurnalistik perlahan-lahan memudar. Media jurnalistik menjadi salah satu alat memobilisasi massa untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Media tidak lagi bersifat netral. Di antara sekian banyak media, baik digital maupun cetak, telah terbentuk ruang-ruang keberpihakan terhadap satu pandangan tertentu. 

Suatu media hanya memproduksi informasi yang dinilai penting dan menguntungkan bagi pihaknya sendiri. Tak terlebih ketika sebagian besar media dipegang oleh para tokoh politik. Opini-opini yang diproduksinya menggiring pemikiran masyarakat kepada sesuatu yang hanya mereka sendiri kehendaki. Dengan ini suara masyarakat begitu mudah untuk disatukan. Begitu gampang membentuk iklim tertentu dalam dinamika kehidupan sosial di masyarakat. 

Apabila kita menganggap bahwa kesengajaan pihak media memproduksi informasi-informasi tak berguna dan berpihak ini adalah konspirasi, barangkali tidak tepat. Karena ini bukan lagi hal yang rahasia dan sembunyi-sembunyi. Fenomena demikian sangat jelas tampaknya. Seolah-olah apa yang mereka lakukan bukan merupakan kejahatan. Tanpa malu dan enggan secuil pun. 

Maka di bawah pengaruh teknologi yang mau tidak mau kita mesti berkecimpung di dalamnya. Pemikiran kritis dan selektif begitu dibutuhkan dalam bertindak dan mengkonsumsi informasi. Kepercayaan terhadap informasi yang datang begitu deras harus menjadi sesuatu yang tak gampang kita berikan. Perlu kebijaksanaan dan berpikir berkali-kali sebelum bisa menyaring dan menerima informasi. 



Komentar

Postingan Populer