Benarkah Manusia Bisa Lupa?

Seseorang memanggil nama saya dari jauh. Cepat-cepat saya melihatnya. Orang itu mendekat seraya menyapa saya. Dalam hati saya berpikir, 'siapa orang ini?' Mendapati muka saya yang masih kebingungan. Dia berkata apa kamu tidak mengingatku. Saya mengatakan tidak ingat, saya lupa. 

Karena terburu-buru, orang itu bergegas meninggalkan saya. Sebelum pergi, dia menyuruh saya untuk mengingat-ingat kembali namanya. Dia mengaku bahwa kami pernah di kelas yang sama sewaktu sekolah agama. Di pesantren dahulu. 

Saya merasa begitu bersalah kepada teman yang saya lupakan itu. sebenarnya bukan sengaja melupakan. Namun, hanya terlupakan. Kejadian itu terjadi ketika saya hendak shalat di sebuah masjid. Kira-kira dua tahun lalu. 

Jadi, sesungguhnya apa yang membuat saya lupa? Mengapa seseorang bisa lupa terhadap sesuatu yang pernah ia lihat, dengar, cium, kecap, dan raba? Dan sebenarnya apa itu lupa? Apakah lupa itu gejala psikologis yang tidak dapat dihindari?

Apabila melihat di kamus besar bahasa Indonesia, lupa didefinisikan sebagai lepas dari ingatan; tidak dalam pikiran (ingatan) lagi. Sesuatu yang kita lupakan atau tidak sengaja terlupakan sudah tidak dalam pikiran (ingatan) kita lagi. Sesuatu itu sudah terlepas dan hilang. 

Namun, apa mungkin sesuatu yang pernah kita ingat dapat hilang begitu saja? 

Dari pertanyaan ini, saya berpikir bahwa definisi lupa di dalam kamus besar bahasa Indonesia kurang tepat. Bukan sepenuhnya salah, hanya saja kurang tepat. 

Saya menganggap memori dalam otak kita tidak sama dengan sistem penyimpanan data di komputer atau di gawai. Sistem penyimpanan data berupa kartu memori, flash disk, hard disk atau semacamnya dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini, selanjutnya dapat mengakibatkan hilangnya data-data yang telah tersimpan. Baik itu dokumen, video, rekaman suara atau berupa foto-foto. 

Kerusakan sistem penyimpanan data di komputer dan gawai, tidak akan pernah terjadi pada otak manusia. Bahkan jika mungkin juga pada ingatan seluruh makhluk hidup. 

Otak manusia akan menyimpan segala, ya, segala sesuatu yang pernah kita lihat, kita dengar, raba, cium, dan kecap. Otak akan menyimpannya dengan baik. Barangkali kita tak pernah menyadarinya. Materi-materi yang diberikan guru kita di sekolah dasar dahulu, masih tersimpan baik di dalam otak kita. Bahkan bisa jadi pengalaman kita di masa bayi juga masih tersimpan rapi dalam otak kita. 

Ingatan-ingatan kita tentang segala hal tidak akan pernah hilang, sedikit pun tidak akan pernah hilang. Oleh sebab itu, apabila kita mengatakan lupa dengan mengacu pada definisi yang ada pada kamus besar bahasa Indonesia. Maka sesungguhnya kita salah. Karena otak tidak pernah melepas hal-hal yang pernah kita ingat. Semuanya masih tersimpan dengan rapi. 

Dalam kajian ilmu psikologi, khususnya cabang psikoanalisis. Fenomena tidak ingatnya seseorang akan sesuatu disebabkan bukan karena sesuatu itu terlepas atau hilang dari ingatan. Namun, sesuatu itu hanya tertimbun oleh ingatan lain. Karena setiap hari ada banyak hal baru yang harus kita ingat. Materi kuliah, teman-teman baru, aktifitas-aktifitas, ataupun hal-hal yang lain. 

Sama halnya ketika kita menerima pesan tertulis di aplikasi Whats App atau media yang lain. Lama-kelamaan, disebabkan banyaknya orang yang mengirim pesan kepada kita, pesan yang pertama kali kita terima akan tertimbun di bawah. Ditutupi oleh pesan-pesan yang baru masuk. Begitu juga dengan ingatan. Ingatan kita tentang apapun saat ini akan tertimbun oleh hal-hal baru yang harus kita ingat nanti, besok, dan seterusnya. 

Jika pesan-pesan di gawai yang tertimbun dapat kita lihat kembali dengan menggeser layar ke bawah. Namun, tidak dengan ingatan kita. Tidak mudah untuk memunculkan kembali hal-hal yang tidak diingat. Kita belum tahu bagaimana cara yang cepat untuk memunculkan kembali ingatan akan sesuatu. 

Jadi, saat kita tidak ingat sesuatu. Bukan karena sesuatu itu terlepas dan hilang dari pikiran (ingatan) kita. Hanya karena kita tidak tahu bagaimana cara yang cepat untuk memunculkan kembali ingatan tersebut. 

Begitu pula dengan fenomena amnesia yang biasa terjadi pada sebagian orang. Amnesia hanya merupakan kondisi seseorang yang kesulitan mengingat fakta atau pengalaman masa lalu. Fakta dan pengalaman itu tidak lepas dan tidak hilang. Tetapi hanya tertimbun dan kita tidak tahu bagaimana cara memunculkannya lagi. 

Lalu mengapa amnesia sering disebut dengan istilah hilang ingatan? Saya rasa karena orang yang mengalami amnesia merasa tidak ingat apa-apa, seakan-akan ingatannya selama ini telah hilang. Tapi kenyataan yang sebenarnya tidak. 

Jika manusia yang tidak mengalami amnesia saja sangat kesulitan untuk memunculkan kembali ingatan yang tidak dia ingat. Maka bagaimana dengan orang yang mengalami amnesia? Pasti lebih parah dari itu. Lebih sulit dari manusia yang tidak mengalami amnesia. 

Dan akhirnya, sebaiknya istilah lupa lebih tepat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang tidak bisa memunculkan kembali ingatannya. Bukan hilang atau lepas ingatan. Mungkin definisi lupa di kamus besar bahasa Indonesia perlu sedikit diperbaiki agar tidak terjadi kesalahpahaman. 



Daftar Pustaka: 

1. Gaynor, Nandor Fodor dan Frank. Kamus Praktis Psikoanalisis. Yogyakarta: IRCiSoD, 2018. 

2. Noya, dr. Allert Benedicto Ieuan. Alodokter, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Juli 28, 2018. https://www.alodokter.com/penyebab-hilang-ingatan-dan-cara-mengatasinya (diakses 27 Desember 2020).


Komentar

Postingan Populer