Mengupas Cerita Pelajaran Mengarang, Seno Gumira Ajidarma

Cerita pendek ini begitu menarik. Cerita yang tidak terlalu panjang bahkan menurut saya terlalu pendek, tapi tak disangka pada akhirnya mengejutkan saya. Sebab, kita akan menangkap suatu peristiwa yang begitu asyik yang dibuat sedemikian rupa oleh sang pengarang, Seno Gumira Ajidarma, sastrawan Indonesia kelahiran Boston, Amerika.

Mengenai cerita ini saya tidak akan mengulas panjang lebar tentang unsur kebahasaan, baik itu kaidah, penokohan, alur, tema, bahkan tidak pula tentang kehidupan sang pengarang. Tulisan ini akan lebih khusus terarah pada aspek sosiologis dalam cerita tersebut. Terutama kehidupan si tokoh utama, Sandra, seorang anak kecil tak bahagia yang duduk di bangku sekolah dasar.

Diceritakan bahwa suatu pagi di kelas sekolahnya tentu seharusnya menyenangkan, Sandra mendapat tugas dari gurunya untuk mengarang sebuah cerita. Sang guru menawarkan tiga judul untuk murid-muridnya karang sebagai cerita. Ketiga judul itu, "Keluarga Kami yang Berbahagia", "Liburan ke Rumah Nenek", dan "Ibu". Tetapi, Sandra tidak bisa menuliskan cerita tentang ketiga judul ini. Ia tidak pernah memiliki keluarga bahagia, Ia tidak tahu apakah yang selama ini Ia kunjungi adalah neneknya, dan Ia merasa enggan dan malu mengakui ibunya sendiri.

Sandra hanya akan merasa sakit hati dan sedih jika menulis tentang hal ini, meski nyatanya cerita-cerita semacam inilah yang ingin benar-benar Ia alami di kehidupan nyata; memiliki keluarga bahagia, liburan ke rumah nenek, dan mempunyai ibu yang baik. Menulis suatu kebahagiaan yang tidak pernah ada dalam kehidupannya hanya akan membuatnya sakit dan lebih sakit hati.

Keengganan Sandra untuk mengarang cerita ini juga merupakan suatu keengganan untuk sama dan seragam dengan teman-temannya yang justru pernah dan sedang mengalami hal yang mereka tulis. Keengganan untuk seragam ini masih dalam taraf tidak mau untuk sama dalam mengerjakan tugas yang guru berikan. Kemungkinan, jika dalam kehidupan nyata, Sandra juga enggan untuk berkawan dekat dengan teman-temannya tersebut, sekalipun di cerita tidak sama sekali menggambarkan adegan atau menuliskan kalimat demikian. Karena, tak jarang sesuatu yang tidak beres, tidak benar, yang buruk dari seseorang, seperti halnya ketidakharmonisan keluarga Sandra ini, menjadi aib yang memalukan, dan selanjutnya, menjadi penyebab utama dari keengganan seseorang untuk berbaur dengan komunitas masyarakat sendiri. 

Rasa enggan seperti ini tentu juga didasari rasa minder. Minder sebab merasa bahwa dirinya tidak pernah atau bahkan tidak akan bisa merasa sebahagia mereka. Dan ketika Ia pun terpaksa untuk berbaur, dua kemungkinan bisa terjadi. Pertama, Ia menjadi sakit hati melihat kebahagiaan orang lain yang belum pernah Ia rasakan. Kedua, Ia menjadi termotivasi untuk bisa sepadan dan meraih kebahagiaan seperti mereka. Kemungkinan pertama lah yang sekiranya Sandra rasakan. Ia hanya akan semakin sakit dan gundah jika harus bergabung dengan teman-temannya yang bisa berbahagia tidak seperti dirinya. 

Mengapa yang pertama yang mungkin terjadi? Kita tahu Sandra adalah seorang bocah yang masih kecil. Seorang bocah kebanyakan belum memiliki kepribadian yang kuat. Ia akan terburu-buru dalam mengambil kesimpulan dalam menghadapi hidup. Tidak seperti orang dewasa, yang menyikapi suatu peristiwa sebagai sebuah pelajaran yang bermakna. Seorang bocah seperti Sandra mungkin belum bisa berpikir sejauh itu.

Bukan hanya itu, banyak kemungkinan-kemungkinan yang barangkali terpikirkan oleh Sandra bila Ia harus benar-benar berbaur dengan mereka. Ia mungkin berpikir Ia tak akan diterima oleh teman-temannya jika memohon bergabung. Karena bayangan-bayangan tentang keluarga tak bahagia dan hal buruk yang menyertainya Ia anggap menjadi suatu aib bagi dirinya, yang karena hal itu, sulit bagi orang lain untuk terima dan tolerir. Lalu Ia hanya memilih untuk jauh dan terkucil.

Bahkan, kemungkinan lain, Ia malah sengaja dijauhi dan dikucilkan. Tak mudah bagi orang seperti sosok Sandra bisa diterima di dalam suatu komunitas masyarakat. Tidak jarang masyarakat itu sendiri yang sangat sulit menerima seseorang dengan label buruk yang melekat langsung atau tidak langsung pada diri seseorang tersebut. Karena mereka takut dan khawatir kalau-kalau salah seorang dari pihak mereka terpengaruh.

Pada kehidupan nyata, inilah yang sering kali terjadi di berbagai tempat. Suatu komunitas masyarakat sangat enggan dan sulit untuk menerima seseorang yang menyandang suatu hal buruk. Dan lebih parah lagi, seperti yang Sandra alami, seseorang dengan status buruk, yang sesungguhnya tidak betul-betul melekat dalam dirinya manjadi penyebab dijauhkan dan dikucilkannya seseorang. Sekalipun, kemungkinan besar, dislokasi yang dialami Sandra ini merupakan pilihannya sendiri, sebab Ia merasa minder, seperti yang telah disebutkan di atas. 

Masalah demikian mempunyai beberapa penyebab, salah satunya faktor psikologis. Seperti Sandra, ketertekanan, kesedihan, dan rasa malu dalam dirinya memaksanya harus menghindar dan menjauh dari komunitas masyarakatnya sendiri. Membuatnya merasa tidak pantas jika harus bergabung dan membaur dengan orang-orang yang mempunyai taraf hidup lebih tinggi daripadanya dalam hal kebahagiaan dan hal yang mengirinya. Sehingga, Ia hanya akan merasa hidup sendiri dan tak akan pernah punya kebahagiaan yang seperti orang lain rasakan.






Komentar

Postingan Populer